 Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Sebagian kalangan berpendapat bahwa akhir shalat Isya’ sampai waktu  shubuh. Namun perlu diketahui secara seksama bahwa sebenarnya dalam  masalah akhir waktu shalat Isya’ terdapat perselisihan di antara ulama.  Tentu saja untuk menguatkan pendapat yang ada kita harus melihat dari  berbagai dalil, lantas merojihkannya (mencari manakah pendapat yang  terkuat). Ini berarti kita pun nantinya tidak hanya sekedar ikut-ikutan  apa kata orang. Berikut pembahasan singkat dari kami tentang akhir waktu  shalat Isya’.
Perselisihan Ulama 
Pendapat pertama: Waktu akhir shalat Isya’ adalah ketika terbit fajar shodiq (masuknya shalat shubuh) tanpa ada perselisihan antara Imam Abu Hanifah  dan pengikut ulama dari ulama Hanafiyah. Pendapat ini juga jadi  pegangan ulama Syafi’iyah, namun kurang masyhur di kalangan ulama  Malikiyah.
Pendapat kedua: Waktu akhir shalat Isya’ adalah sepertiga malam. Inilah pendapat yang masyhur dari kalangan ulama Malikiyah.
Pendapat ketiga: Waktu akhir shalat Isya’ adalah sepertiga malam, ini waktu ikhtiyari (waktu pilihan). Sedangkan waktu akhir shalat Isya’ yang bersifat  darurat adalah hingga terbit fajar. Waktu darurat ini misalnya ketika  seseorang sakit lantas sembuh ketika waktu darurat, maka ia masih boleh  mengerjakan shalat Isya’ di waktu itu. Begitu pula halnya wanita haidh,  wanita nifas ketika mereka suci di waktu tersebut. Inilah pendapat ulama  Hanabilah.[1]
Pendapat keempat: Waktu akhir shalat Isya’ adalah pertengahan malam.  Yang berpendapat demikian adalah Ats Tsauri, Ibnul Mubarok, Ishaq, Abu  Tsaur, Ash-habur ro’yi dan Imam Asy Syafi’i dalam pendapatnya yang  terdahulu.[2]
(*) Waktu malam dihitung dari shalat Maghrib hingga waktu Shubuh.  Sehingga pertengahan malam, jika Maghrib misalnya jam  6 sore dan Shubuh  jam 4 pagi, kira-kira jam 11 malam.
Dalil yang Menjadi Pegangan
Dalil yang menjadi pegangan bahwa waktu akhir shalat Isya’ itu sampai  terbit fajar shodiq (masuk waktu shubuh) adalah hadits Abu Qotadah,
أَمَا إِنَّهُ  لَيْسَ فِى النَّوْمِ تَفْرِيطٌ إِنَّمَا التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ  يُصَلِّ الصَّلاَةَ حَتَّى يَجِىءَ وَقْتُ الصَّلاَةِ الأُخْرَى
“Orang yang ketiduran tidaklah dikatakan tafrith (meremehkan).  Sesungguhnya yang dinamakan meremehkan adalah orang yang tidak  mengerjakan shalat sampai datang waktu shalat berikutnya.” (HR. Muslim no. 681)
Dalil lainnya lagi adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
أَعْتَمَ  النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ  اللَّيْلِ وَحَتَّى نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى  فَقَالَ « إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى »
“Suatu malam Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendirikan shalat  'atamah (isya`) sampai berlalu malam dan penghuni masjid pun ketiduran,  setelah itu beliau datang dan shalat. Beliau bersabda, ‘Sungguh ini  adalah waktu shalat isya' yang tepat, sekiranya aku tidak memberatkan  umatku’." (HR. Muslim no. 638)
Hadits di atas menunjukkan bahwa tidak mengapa mengakhirkan shalat  Isya’ hingga pertengahan malam. Jika shalatnya dikerjakan pertengahan  malam, berarti shalat Isya’ bisa berakhir setelah pertengahan malam. Ini  menunjukkan bahwa boleh jadi waktunya sampai terbit fajar shubuh.[3]
Sedangkan dalil bagi ulama yang menyatakan bahwa waktu akhir shalat  Isya’ itu sepertiga malam adalah hadits di mana Jibril menjadi imam bagi  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada hari kedua Jibril mengerjakan shalat tersebut pada sepertiga malam. Dalam hadits disebutkan,
وَصَلَّى الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ
“Beliau melaksanakan shalat ‘Isya’ hingga sepertiga malam.” (HR. Abu Daud no. 395. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Adapun dalil bahwa waktu akhir shalat Isya adalah pertengahan malam dapat dilihat pada hadits ‘Abdullah bin ‘Amr,
وَوَقْتُ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الأَوْسَطِ
“Waktu shalat Isya’ adalah hingga pertengahan malam.” (HR. Muslim no. 612)
Juga dapat dilihat dalam hadits Anas,
أَخَّرَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - صَلاَةَ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan shalat Isya’ hingga pertengahan malam.” (HR. Bukhari no. 572)
Pendapat Lebih Kuat
Di antara dalil-dalil yang dikemukakan di atas yang menunjukkan waktu akhir shalat Isya’ adalah hadits ‘Abdullah bin ‘Amr, “Waktu shalat Isya’ adalah hingga pertengahan malam.” (HR. Muslim no. 612).
Adapun berdalil dengan hadits Abu Qotadah dengan menyatakan bahwa  waktu akhir shalat Isya’ itu sampai waktu fajar shubuh adalah pendalilan  yang kurang tepat. Karena dalam hadits itu sendiri tidak diterangkan  mengenai waktu shalat. Konteks pembicaraannya tidak menunjukkan hal itu.  Hadits tersebut cuma menerangkan dosa akibat seseorang mengakhirkan  waktu shalat hingga keluar waktunya dengan sengaja.[4]
Sedangkan hadits ‘Aisyah,
أَعْتَمَ  النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ  اللَّيْلِ وَحَتَّى نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى  فَقَالَ « إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى »
“Suatu malam Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendirikan shalat 'atamah (isya`) sampai berlalu malam  dan penghuni masjid pun ketiduran, setelah itu beliau datang dan  shalat. Beliau bersabda, ‘Sungguh ini adalah waktu shalat isya' yang  tepat, sekiranya aku tidak memberatkan umatku’." (HR. Muslim no.  638). Hadits ini bukanlah maksudnya, “Sampai sebagaian besar malam  berlalu”, namun maksudnya adalah “sampai berlalu malam”. Bisa bermakna  demikian karena kita melihat pada konteks hadits selanjutnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan selanjutnya, “Sungguh ini adalah waktu shalat isya' yang tepat”. Dan tidak pernah seorang ulama yang mengatakan bahwa waktu afdhol untuk shalat Isya’ adalah setelah lewat pertengahan malam.
Masih tersisa satu hadits, yaitu hadits Anas,
أَخَّرَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - صَلاَةَ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ ، ثُمَّ صَلَّى
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan shalat Isya’ hingga pertengahan malam, kemudian beliau shalat.”  (HR. Bukhari no. 572). Hadits tersebut dapat dipahami dengan kita  katakan bahwa waktu akhir shalat Isya’ adalah pertengahan malam, artinya  pertengahan malam shalat Isya’ itu berkahir. Sedangkan kalimat  “kemudian beliau shalat” hanya tambahan dari perowi. Jika memang  bukan tambahan perowi, maka benarlah pendapat tersebut, yaitu bahwa  boleh jadi shalat Isya dilaksanakan setelah pertengahan malam.[5]
Dengan mempertimbangkan pemahaman dari hadits Anas di atas, artinya   hadits tersebut masih bisa dipahami bahwa setelah pertengahan malam  masih dilaksanakan shalat Isya’, maka kesimpulan yang terbaik adalah  sebagaimana yang diutarakan oleh Ibnu Qudamah. Beliau rahimahullah mengatakan,
وَالْأَوْلَى  إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى أَنْ لَا يُؤَخِّرَهَا عَنْ ثُلُثِ اللَّيْلِ ،  وَإِنْ أَخَّرَهَا إلَى نِصْفِ اللَّيْلِ جَازَ ، وَمَا بَعْدَ النِّصْفِ  وَقْتُ ضَرُورَةٍ ، الْحُكْمُ فِيهِ حُكْمُ وَقْتِ الضَّرُورَةِ فِي  صَلَاةِ الْعَصْرِ
“Yang utama, insya Allah Ta’ala, waktu shalat Isya’ tidak diakhirkan  dari sepertiga malam. Jika diakhirkan sampai pertengahan malam, itu boleh. Namun jika diakhirkan lebih dari pertengahan malam, maka itu adalah waktu dhoruroh (waktu darurat). Yang dimaksudkan dengan waktu dhoruroh adalah sebagaimana waktu dhoruroh dalam shalat ‘Ashar.”[6]
(*) Ada dua macam waktu shalat yang perlu diketahui:
Pertama, waktu ikhtiyari, yaitu waktu di mana tidak  boleh dilewati kecuali bagi orang yang ada udzur. Artinya, selama tidak  ada udzur (halangan), shalat tetap dilakukan sebelum waktu ikhtiyari.[7]
Kedua, waktu dhoruroh, yaitu waktu di mana masih boleh  melakukan ibadah bagi orang yang ada udzur, seperti wanita yang baru  suci dari haidh, orang kafir yang baru masuk Islam, seseorang yang baru  baligh, orang gila yang kembali sadar, orang yang bangun karena  ketiduran dan orang sakit yang baru sembuh. Orang-orang yang ada udzur  boleh melakukan shalat meskipun pada waktu dhoruroh.[8]
Demikian sajian ringkas mengenai waktu akhir shalat Isya’. Inilah  sajian yang dapat kami sampaikan sesuai dengan keterbatasan ilmu kami.
Semoga bermanfaat. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Written in night, 28th Syawal 1431 H, Riyadh, KSU, Kingdom of  Saudi Arabia
www.rumaysho.com
[1] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, Asy Syamilah, 2/2561, index “awqotush sholah”, point 13.
[2] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, Al Maktabah At Taufiqiyah, 1/245-246.
[3] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/246.
[4] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/246-247.
[5] Lihat Shahih Fiqh Sunnha, 2/247.
[6] Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, Dar ‘Alam Al Kutub, Riyadh, 2/28-29.
[7] Lihat Al Mughni, 2/16.
[8] Lihat Al Mughni, 2/17.
 
 "Allah! 
      None has the right to be worshipped but He, the Ever Living, the One Who 
      sustains and protecs all the exists. It is Who has sent down the Book (Al 
      Quran) to you with the truth, confirming what came before it, and He sent 
      down the Taurat (Torah) & the Injil (Gospel)."
(Surah Ali 
      Imran: 2-3)
"Allah! 
      None has the right to be worshipped but He, the Ever Living, the One Who 
      sustains and protecs all the exists. It is Who has sent down the Book (Al 
      Quran) to you with the truth, confirming what came before it, and He sent 
      down the Taurat (Torah) & the Injil (Gospel)."
(Surah Ali 
      Imran: 2-3)


0 komentar:
Posting Komentar